Selasa, 30 Maret 2010

MASALAH SOSIAL SEBAGAI EFEK PERUBAHAN (KASUS LINGKUNGAN HIDUP) DAN UPAYA PEMECAHANNYA

Mata Kuliah : Sosiologi dan Politik

Dosen : Muhammad Burhan Amin

Topik Tugas : Masalah Sosial Sebagai Efek Perubahan (Kasus Lingkungan Hidup) dan Upaya Pemecahannya

Kelas : 1-EB18

Dateline Tugas : 3 April 2010

Tanggal Penyerahan Tugas : 6 April 2010

PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini kami buat

sendiri tanpa meniru atau mengutip dari tim / pihak lain.

Apabila terbukti tidak benar, kami siap menerima konsekuensi untuk mendapat

nilai 1/100 untuk mata kuliah ini.

Penyusun

NPM

Nama Lengkap

Tanda Tangan

20209982

INGO BOY MANALU


Program Sarjana Akuntansi dan Manajemen

UNIVERSITAS GUNADARMA

Tahun 2010



KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa,penyusunan makalah yang diberi judul “Masalah Sosial Sebagai Efek Perubahan ( Kasus Lingkungan Hidup ) dan Upaya Pemecahannya” dapat diselesaikan dengan tepat waktu.Di dalam makalah ini akan membahas mengenai intensitas dan kompleksitas masalah Perubahan Lingkungan Hidup,dampak dari pada perubahan lingkungan tersebut dan bagaimana upaya untuk menangani masalah yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat.Selain itu di dalam makalah ini juga akan membahas berbagai faktor yang menyebabkan adanya perubahan lingkungan hidup seperti permukiman lingkungan kumuh.Perubahan lingkungan seperti adanya permukiman kumuh merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional dan memerlukan langkah yang strategis untuk memecahkannya. Saya berharap makalah ini akan bermanfaat bagi saya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.Segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk menyempurnakan isi makalah ini,dari siapapun datangnya,penyusun dengan senang hati akan menerima dan menyambut dengan segala kerendahan hati.


Bekasi, 3 April 2010


DAFTAR ISI

BAB I

  1. Intensitas dan Kompleksitas Masalah………………………………….. 1
  2. Latar Belakang Masalah………………………………………………… 2

BAB II

  1. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat :…………………………… 3-7
    1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif
    2. Pemanfaatan Modal Sosial
    3. Pemanfaatan Institusi Sosial :

a. Organisasi Masyarakat

b. Organisasi Swasta

c. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial

d. Kerjasama dan Jaringan

BAB III

D. Upaya Penanganan Masalah…………………………………………… 8-9

E. Daftar Pustaka………………………………………………………….. 10



BAB I

A. Intensitas dan Kompleksitas Masalah

Masalah sosial sebagai efek perubahan lingkungan hidup merupakan masalah yang memiliki kompleksitas tinggi. Dalam makalah ini mengambil contoh adanya lingkungan kumuh yang merupakan salah satu dari efek dari pada adanya masalah sosial. Lingkungan kumuh bukan berarti lingkungan yang serba sederhana, becek ataupun bau. Lingkungan kumuh ini lebih condong pada suatu kondisi dimana tempat tersebut kotor, tercemar, sanitasi yang tidak memadai dan kurangnya air bersih. Adanya lingkungan kumuh menyebabkan masyarakat mudah terjangkit penyakit apalagi anak-anak yang rentan terhadap bibit-bibit penyakit. Jika anak-anak terjangkit penyakit maka Indonesia memiliki generasi-generasi yang tidak sehat. Seperti penyakit demam berdarah yang sudah banyak menelan korban terutama anak-anak. Masalah lingkungan ini merupakan masalah yang serius dan untuk memecahkannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu analisis yang tepat untuk menghasilkan kebijakkan agar tetap sasaran. Pemerintah dan masyarakat memiliki peranan yang sangat besar dalam masalah ini. Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan dan mengambil kebijakan yang tepat sasaran. Di Negara-negara tetangga seperti Singapure dan Malaysia, lingkungan kumuh seperti di Indonesia sudah jarang ada lagi, kalaupun masih ada lingkungan kumuh tersebut masih dalam taraf standart artinya meskipun dinegara mereka mengganggap kumuh tetapi di Indonesia masih dibilang layak. Kondisi seperti ini jika dibiarkan terus menerus dikwatirkan akan menimbulkan masalah sosial yang baru. Sehingga masyarakat dan pemerintah perlu dibuat langkah-langkah strategis untuk memperbaiki infrastruktur yang ada. Banyak program pemerintah dalam upaya menangani masalah ini tetapi sampai saat ini pemerintah belum berhasil karena kebijakan-kebijakan yang di ambil tidak tepat sasaran.

B. Latar Belakang Masalah

Kerusakan lingkungan hidup akibat populasi manusia dan perkembangan zaman pada awal abad 21 ini. Populasi manusia mempengaruhi keadaan alam. Semakin banyak manusia tinggal di suatu daerah maka kebutuhan hidup juga bertambah. Dengan bertambahnya manusia yang berperan sebagai konsumen, para produsen memproduksi produk mereka agar memenuhi kebutuhan konsumen mereka. Sedangkan semakin banyak produk yang dikeluarkan oleh industri mengeluarkan limbah yang dibuang ke lingkungan. Limbah inilah yang mengakibatkan kerusakan alam khususnya pada lingkungan hidup. Berdasarkan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dapat dikatakan bahwa lingkungan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan organisme dalam melangsungkan kehidupan. Dengan kata lain, lingkungan hidup merupakan keseluruhan unsur atau komponen yang berada di sekitar individu yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu yang bersangkutan. Dalam beberapa puluh tahun terakhir ini ada tiga istilah yang masih saling berkaitan, yaitu Lingkungan, Ekosistem, dan Kualitas Hidup, banyak digunakan untuk melukiskan isu-isu patriotisme yang dapat menggu­gah emosi. Istilah-istilah ini jarang didefinisikan, barangkali karena makna-makna kamusial seperti itu tidak cukup mencerminkan gema simbo­liknya secara memadai. Perubahan Lingkungan ini menyebabkan dampak yang sangat serius. Selain tercipta lingkungan kumuh juga bibit-bibit penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat, Longsor, banjir dan adanya “Global Warming”. Sebenarnya masalah ini dapat diselesaikan apabila semua elemen masyarakat bersama-sama untuk menyelesaikan masalah ini.

BAB II

C. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat :

1. Mengembangkan Sosial Yang Responsif


Input dalam sistem politik dibedakan menjadi dua, yaitu tuntutan dan dukungan. Input yang berupa tuntutan muncul sebagai konsekuensi dari kelangkaan atas berbagai sumber-sumber yang langka dalam masyarakat (kebutuhan). Input tidak akan sampai (masuk) secara baik dalam sistem politik jika tidak terorganisir secara baik. Oleh sebab itu komunikasi politik menjadi bagian penting dalam hal ini. Terdapat perbedaan tipe komunikasi politik di negara yang demokratis dengan negara yang nondemokratis. Tipe komunikasi politik ini pula yang nantinya akan membedakan besarnya peranan dari organisasi politik. Output merupakan keputusan otoritatif (yang mengikat) dalam menjawab dan memenuhi input yang masuk. Output sering dimanfaatkan sebagai mekanisme dukungan dalam rangka memenuhi tuntutan-tuntutan yang muncul. Lingkungan mempunyai peranan penting berupa input, baik tuntutan ataupun dukungan. Kemampuan anggota sistem politik dalam mengelola dan menanggapi desakan ataupun pengaruh lingkungan bergantung pada pengenalannya pada lingkungan itu sendiri. Lingkungan merupakan semua sistem lain yang tidak termasuk dalam sistem politik. Secara garis besar, lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan dalam (intra societal) dan lingkungan luar (extra societal). Setidaknya ada dua kritik yang dilontarkan atas gagasan Easton, yaitu adanya anggapan bahwa pemikiran Easton terlalu teoretis sehingga sulit untuk diaplikasikan secara nyata. Selain terlalu teoretis, pemikiran Easton dianggap tidak netral karena hanya mengedepankan nilai-nilai liberal Barat dengan tanpa memperhatikan kondisi pada masyarakat yang sedang berkembang.

2. Pemanfaatan Modal Sosial

Berbicara mengenai Sumber Daya Alam (SDA) mencakup pengertian yang sangat luas, merupakan unsur pembentuk lingkungan yang sangat kompleks, dinamis, saling berinteraksi satu sama lainnya. Mengacu pada UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997, Pasal 1 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana lingkungan hidup dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. SDA seperti air, udara, tanah, hutan dan lainnya merupakan sumberdaya yang penting bagi kelangsungan hidup mahkluk hidup termasuk manusia. Bahkan, SDA ini tidak hanya mencukupi kebutuhan hidup manusia, tetapi juga dapat memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan yang lebih luas. Namun, semua itu bergantung pada bagaimana pengelolaan SDA tersebut, karena pengelolaan yang buruk berdampak pada kerugian yang akan ditimbulkan dari keberadaan SDA, misalnya dalam bentuk banjir, pencemaran air, dan sebagainya.

Dalam hal ini, setidaknya keberadaan sumber daya alam memiliki berbagai fungsi, yaitu ;

  1. Fungsi ekonomi dan sosial/budaya; dan kedua, ekologis/sistem penyangga kehidupan
  2. Berfungsi ekonomi maksudnya sumber daya alam menyediakan beragam materi dan energi yang dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan proses produksi. Sedangkan fungsi sosial/budaya berkaitan dengan keberadaannya sebagai media sebagian masyarakat dalam berinteraksi antar kelompok sosial maupun dengan sistem kepercayaan dengan tuhannya.
  3. Pemanfaatan Institusi Sosial :
  1. Organisasi Masyarakat

Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum, oleh sebab itu dalam bagian ini akan dikemukakan hal yang terkait dengan penegakan hukum lingkungan. Dengan pesatnya pembangunan nasional ang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :

  • Regulasi Perda tentang Lingkungan.
  • Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
  • Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
  • Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
  • Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
  • Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
  • Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
  • Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
  1. Organisasi Swasta

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), salah satu organisasi pecinta lingkungan terbesar di Indonesia. WALHI pertama kali didirikan dengan prinsip-prinsip sebagai penjaga lingkungan hidup melalui penggiatan studi ilmiah dan pendidikan kepada masyarakat.

Para pendiri WALHI memahami bahwa titik awal untuk melindungi lingkungan hidup dimulai dengan adanya suatu pengertian terhadap pengaruh-pengaruh yang membahayakan lingkungan hidup dari suatu industri, melalui penggiatan studi ilmiah, untuk dapat dan kemudian mengidentifikasikan para pelakunya dan mendidik perusahaan-perusaha an, pemerintah dan masyarakat dalam prosesnya. Dalam sejarahnya, WALHI memiliki posisi yang terhormat sebagai suatu lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup dan bahkan diasosiasikan dengan lembaga Kawan dari Bumi Internasional (Friends of the Earth International) (FoE) dan menikmati berbagai pendanaan dari banyak sumber termasuk Yayasan Ford (Ford Foundation), USAid, Aus-Aid dan para donor dengan reputasi yang sangat dihormati.

Dimulai pada pertengahan tahun 90-an WALHI secara bertahap menjadi organisasi fundamental dan seringkali diasosiasikan dengan gerakan pinggiran radikal anti globalisasi dan semakin, bahkan semakin tidak lagi diasosiasikan dengan kegiatan pelestarian alam. Beberapa asosiasi WALHI bergeser menjadi kelompok-kelompok seperti Jaringan Sungai-sungai Internasional (International Rivers Network) (IRN) yang merupakan pendukung dari kerusuhan sipil massal yang menyerang tambang Freeport di Papua di bulan Maret 1996. Kerusuhan yang dengan cepat menyebar ke Timika dan ke ibukota propinsi, Jayapura, mengakibatkan beberapa kematian yang secara langsung dapat dikaitkan dengan kerusuhan tersebut. Dikejutkan dengan akibat dari tindakan-tindakan mereka, IRN tiba-tiba menjadi diam tak bersuara.

c. Kerjasama dan Jaringan

Kerjasama baik di dalam negeri maupun Luar negeri sangat dibutuhkan. Kerjasama di dalam negeri dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan LSM-LSM yang bergerak dibidan lingkungan hidup dan tersebar diseluruh pelosok tanah air selain itu dengan Departemen maupun non Departemen baik dalam lingkup lokal maupun nasional. Seperti Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH), Bappenas, BPTT, Pemda daerah dsb. Kerjasama internasional dapat dilakukan dengan cara menjalin hubungan multilateral antar Negara-negara mapun antar LSM-LSM dari suatu negara dengan negara lain.

Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia tahun 1972 di Stockholm (Swedia), telah mengangkat masalah lingkungan hidup tidak hanya menyangkut masalah suatu negara akan tetapi merupakan masalah dunia. Konferensi yang diadakan pada tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm, diikuti oleh 113 negara dan puluhan peninjau, merupakan pertemuan besar dan sangat penting bagi masa depan lingkungan hidup manusia. Dari salah satu hasil konferensi Stockholm itu, dibentuklah satu badan PBB yang menangani masalah-masalah lingkungan yang disebut “United Nations Environment Programme” atau UNEF. Konferensi juga menetapkan tanggal 5 Juni sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”.

“Konvensi Perubahan Iklim” (United Nations Frame Work Convention on Climate Change) di Kota Kyoto (Jepang) pada tahun 1997 yang dihadiri oleh 170 negara untuk membahas pembatasan-pembatasan gas-gas penyebab efek rumah kaca. Pada sidang tersebut, para ilmuwan PBB melaporkan bahwa pemanasan global akan meningkatkan penyakit, mengakibatkan kegagalan panen, dan meningginya permukaan laut. Pertemuan Kyoto merupakan langkah awal untuk mengurangi polusi karbon dioksida di udara dengan mengurangi penggunaan bahan bakar seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, yang disebut dengan bahan bakar fosil dan menggantikannya dengan bahan bakar yang dapat diperbarui, misalnya sumber energi yang berasal dari tenaga surya dan angin.

BAB III

D. Upaya Penanganan Masalah

Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:

  • Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
  • Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
  • Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
  • Menetapkan pendekatan kewilayahan.

Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :

  1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
  2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam. Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
  3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
  4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
  5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.

DAFTAR PUSTAKA

http://sylvie.edublogs.org

http://www.menlh.go.id

http://www.kalselprov.go.id

http://www.ubb.ac.id

http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/02/makalah-kerusakan-lingkungan-hidup.html

http://pdfdatabase.com/makalah-lingkungan-hidup-di-indonesia.html

PERUBAHAN SOSIAL

1. Pengertian Perubahan Sosial

Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-perubahan. Juga terdapat adanya perubahan yang memiliki pengaruh luas maupun terbatas, Disamping ini ada juga perubahan yang prosesnya lambat dan perubahan yang berlangsung sangat cepat.

Beberapa sosiologi memberikan beberapa definisi yang dapat membantu kita untuk lebih mudah memahami apa yang sebenarnya perubahan sosial tersebut, adalah sebagai berikut :
  1. Kingsley Davis, mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
  2. Mac Iver, mengemukakan bahwa perubahan sosial sebagai perubahan dalam hubungan sosial atau perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial.
  3. Gillin dan Gillin, menyatakan perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima.
  4. Selo Soemardjan, merumuskan sebagai segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat.
2. Bentuk Perubahan Sosial

A. Perubahan Yang Cepat dan Perubahan Yang Lambat

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat umumnya disebut revolusi. Perubahan yang terjadi secara revolusi dapat direncanakan terlebih dahulu ataupun tidak direncanakan.
Dapat dikatakan telah terjadi suatu revolusi, bila telah memenuhi beberapa syarat, yaitu :
  1. Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan;
  2. Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut;
  3. Pemimpin mana dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas menjadi program dan arah gerakan;
  4. Pemimpin tersebut harus menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat;
  5. Harus ada momentum.
B. Perubahan Yang Besar dan Yang Kecil

Perubahan yang besar pada umumnya adalah perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Sedangkan Perubahan yang kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa akibat yang langsung pada masyarakat.

C. Perubahan Yang Direncanakan dan Yang Tidak Direncanakan

Perubahan yang direncanakan adalah, perubahan yang terjadi didalam masyarakat dan hal ini terjadi karena telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang ingin adanya perubahan tersebut. Sedangkan Perubahan yang tidak direncanakan adalah, perubahan-perubahan yang tidak direncanakan atau dikehendaki dan terjadi diluar pengawasan masyarakat dan dapat menimbulkan akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial

Perubahan sosial terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor penyebab berasal dari dalam meliputi :

a. Bertambah atau berkurangnya penduduk;
b. Penemuan-penemuan baru;
c. Pertentangan (conflict) masyarakat;
d. Terjadinya pemberontakan atau Revolusi.

Sedangkan faktor penyebab terjadinya perubahan sosial dari luar masyarakat meliputi :

a. Lingkungan alam fisik yang ada di sekitar kita;
b. Terjadinya Perang;
c. Pengaruh kebudayaan asing.

4. Faktor-faktor Pendorong Proses Perubahan

Terjadinya suatu proses perubahan pada masyarakat, diakibatkan adanya faktor-faktor yang mendorong, hingga menyebabkan timbulnya perubahan. Faktor pendorong tersebut menurut Soerjono Soekanto meliputi :
  1. Kontak dengan kebudayaan lain.
  2. Sistem pendidikan formal yang maju.
  3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.
  4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation).
  5. Sistem terbuka pada lapisan masyarakat.
  6. Adanya penduduk yang heterogen.
  7. Ketidakpuasaan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu.
  8. Adanya orientasi ke masa depan.
5. Faktor Penghalang Proses Perubahan

Di dalam proses perubahan tidak selalu hanya ada faktor pendorong saja tetapi juga ada faktor-faktor yang menghalangi terjadinya proses terjadinya suatu perubahan tersebut. Faktor penghalang tersebut antara lain :

a. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
b. Sikap masyarakat yang tradisional.
c. Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
d. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
e. Adanya prasangka (buruk) terhadap hal lain.
f. Adanya hambatan yang bersifat ideologis.
g. Adat atau kebiasaan.

Faktor penghambat dari proses perubahan sosial ini, oleh Margono Slamet dikatakannya sebagai kekuatan penggangu atau kekuatan bertahan yang ada di dalam masyarakat. Kekuatan bertahan adalah kekuatan yang bersumber dari bagian-bagian masyarakat :

a. Menentang sebagai macam bentuk perubahan.
b. Menentang tipe perubahan saja.
c. Sudah puas dengan keadaan yang ada.
d. Beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut tidak tepat.
e. Kekurangan atau tidak tersedianya sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan yang diinginkan.

Hambatan tersebut selain dari kekuatan yang bertahan, juga terdapat kekuatan pengganggu. Kekuatan pengganggu ini bersumber dari :
  1. Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat yang bersaing untuk memperoleh dukungan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan.
  2. Kesulitan atau kekompleksan perubahan yang berakibat lambatnya penerimaan masyarakat terhadap perubahan yang dilakukan.
  3. Kekurangan sumber daya yang diperlukan dalam bentuk :
  • Kekurangan pengetahuan;
  • Tenaga ahli;
  • Keterampilan;
  • Pengertian;
  • Biaya;
  • Sarana dan lain-lain.

Kamis, 25 Maret 2010

LAPISAN-LAPISAN DALAM MASYARAKAT (STRATIFIKASI SOSIAL)

1. Pengertian Stratifikasi Sosial

Aristoteles mengatakan bahwa, di dalam tiap negara terdapat 3 unsur lapisan masyarakat, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang berada ditengah-tengahnya dan mereka yang melarat.
Sedangkan, Pitirim A. Sorokin mengatakan bahwa ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.

2. Konsep-konsep Stratifikasi Sosial

2.1. Penggolongan

Proses Subjektif : Definisi dari dalam hubungan interaksi dengan orang lain.
Hasil Objektif : Terlepas dari individu
Penggolongan disini harus dilihat sebagai suatu proses dan sebagai hasil proses dari kegiatan itu.

2.2. Sistem Sosial

Sistem Sosial dalam hubungannya dengan sistem stratifikasi harus dilihat sebagai sesuatu yang membatasi dimana penggolongan itu berlaku. Dalam keluarga, sang suami secara objektif maupun secara subjektif digolongkan atau menggolongkan dirinya sebagai kesatuan sistem yang lebih tinggi dari pada isteri dan anak.

2.3. Lapisan Hirarkis

Kata Hirarkis berarti lapisan yang lebih tinggi itu lebih bernilai atau lebih besar dari pada yang di bawahnya.
Dalam setiap lapisan dapat kita bagi lagi :
  • Lapisan Atas (Upper)
  1. Lapisan Atas
  2. Lapisan Menengah
  3. Lapisan Bawah
  • Lapisan Menengah (Middle)
  1. Lapisan Atas
  2. Lapisan Menengah
  3. Lapisan Bawah
  • Lapisan Bawah (Lower)
  1. Lapisan Atas
  2. Lapisan Menengah
  3. Lapisan Bawah
2.4. Kekuasaan

Menurut Max Weber : Kekuasaan adalah "Kesempatan (change probability) yang ada pada seseorang atau sejumlah orang untuk melaksanakan kemauannya sendiri dalam suatu tindak sosial, meskipun mendapat tantangan dari orang lain yang terlibat dari tindakan itu".
Kita membagi kekuasaan menjadi 3 jenis, yaitu :
  1. Kekuasaan Utilitarian, Berasal dari bahasa latin yang artinya berguna. Jadi utilitarian adalah sifat yang menekankan pada kegunaan dari suatu.
  2. Kekuasaan Koersif (Coersive = Memaksa), Assetnya adalah senjata, tenaga manusia atau badan lainnya yang digunakan oleh tentara atau polisi dan keamanan lainnya.
  3. Kekuasaan Persuasif, menggunakan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau yang ada pada orang lain yang ingin dikuasainya sedemikian rupa sehingga apa yang diinginkannya dapat dipenuhi tanpa perlawanan.
2.5. Privilese

Privilese artinya hak istimewa, hak mendahului, hak untuk memperoleh perlakuan khusus. Dalam studi stratifikasi sosial , minimal privilese ini dihubungkan dalam 2 ha, yaitu :
Ekonomi, Uang atau kekayaan yang merupakan alat yang dapat membuat seseorang memperoleh perlakuan yang istimewa.
Kebudayaan, dapat memberi hak istimewa secara tidak langsung yang memungkinkan mereka yang memilikinya dapat memperoleh privilese yang kita maksudkan disini adalah bidang ekonomi.

2.6. Prestise

Masalah kehormatan sifatnya relatif. Dalam arti kehormatan harus kita kaitkan dengan suatu kebudayaan atau sistem sosial tertentu.

A. Hubungan Antardimensi Stratifikasi Sosial

Yang dimaksud dengan dimensi disini adalah kekuasaan, privilese dan prestise. Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan adalah terutama mengenai penjelasan apakah kalau orang itu berkuasa juga berprivilese dan sebaliknya.
Dalam analisa Max Weber mengenai stratifikasi sosial, privilese itu terutama berhubungan dengan kesempatan dalam bidang ekonomi. Atas dasar ini Weber membedakan kedalam 3 kelas, yaitu :
  • Kelas Kepemilikan (property class), yang memiliki benda-benda berharga seperti uang, tanah, emas, pabrik, kapal dan lain-lain.
  • Kelas Perdagangan (commercial), didasarkan pada keahlian yang kalau digunakan akan memungkinkan mereka berada pada lapisan atas dilihat dari segi pendapatan.
  • Kelas Sosial, Kalau kelas kepemilikan dan kelas perdagangan agak sempit cakupannya, maka kelas sosial itu agak umum sifatnya.
B. Mobilitas Sosial

Mobilitas Sosial adalah perpindahan posisi dari lapisan yang satu ke lapisan yang lainnya.
Jenis Mobilitas Sosial yang sering dibicarakan dalam stratifikasi sosial, yaitu :

Mobilitas Vertikal, perpindahan posisi dari yang lebih rendah ke mobilitas vertikal yang lebih tinggi atau sebaliknya.

Mobilitas Horizontal, Gerak Horizontal berarti gerak kekiri atau kekanan, kedepan, kebelakang. Untuk lebih jelasnya kita kaitkan dengan stratifikasi mempunyai 3 dimensi, yaitu : Kekuasaan, Privilese, dan Prestise.

Selasa, 16 Maret 2010

Mata Kuliah : Sosiologi dan Politik
Dosen : Muhammad Burhan Amin
Topik Tugas : Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan Obat) dan Upaya Pemecahannya
Kelas : 1 EB 18
Dateline Tugas : 17 Maret 2010
Tanggal Penyerahan Tugas : 20 Maret 2010

P E R N Y A T A A N
Dengan
ini kami menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini kami buat sendiri tanpa meniru atau mengutip dari tim / pihak lain.
Apabila terbukti tidak benar, kami siap menerima konsekuensi untuk mendapat nilai 1/100 untuk mata kuliah ini.

P e n y u s u n
NPM Nama Lengkap Tanda Tangan
20209982 INGO BOY MANALU

Program Sarjana Akuntansi
UNIVERSITAS GUNADARMA
Tahun 2010

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara semua makhluk ciptaan- Nya, dan yang menuntut kita untuk selalu belajar dari segala fenomena yang telah diperlihatkan-Nya secara jelas. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang menarik dan unik untuk dipelajari dalam berbagai hal, baik dari segi individu, tingkah laku, kepribadian, lingkungan sekitar, serta interaksinya dengan yang lain. Karena itu dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah luput dari permasalahan. Akan tetapi hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar dan dapat mewarnai berbagai macam kehidupan manusia agar menjadi lebih kompleks.

Fenomena yang sering terjadi akhir-akhir ini adalah kasus pemakaian narkoba yang menyerang berbagai kalangan, berbagai umur, dan berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Bahkan berita terakhir menyebutkan bahwa bocah SD di daerah-daerah tertentu sudah berani mengkonsumsi barang haram tersebut. Sungguh tragis memang melihat kondisi yang demikian, ketika Negara kita makin terpuruk oleh permasalahan-permasalan pemerintahan yang tidak kunjung usai mereka sebagai generasi penerus bangsa malah melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan moral bangsa kita. Narkoba bukan lagi merupakan barang asing yang dikonsumsi oleh mereka, bahkan narkoba sudah menjadi makan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Sehingga tidak heran jika banyak terjadi tindak kejahatan bahkan kematian yang disebabkan oleh barang syaitan tersebut.


DAFTAR ISI

BAB I

A. Intensitas dan Kompleksitas Masalah……………………………………….

B. Latar Belakang Masalah……………………………………………………..

BAB II

C. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat :

1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif…………………………

2. Pemanfaatan Modal Sosial……………………………………………….

3. Pemanfaatan Institusi Sosial :

a. Organisasi Masyarakat………………………………………………..

b. Organisasi Swasta…………………………………………………….

c. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial…………………....

d. Kerjasama dan Jaringan………………………………………………

BAB III

D. Upaya Penanganan Masalah…………………………………………………


Bab I

  1. Intensitas dan Kompleksitas Masalah

Narkoba (narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya atau dengan kata lain NAPZA) merupakan masalah global yang dapat merusak dan mengancam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Maraknya distribusi dan konsumsi narkoba menjadikan Indonesia semakin terpuruk. Apalagi peningkatan kasus narkoba ini berimbas pada menyebarnya HIV dan AIDS. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif atau biasa disebut narkoba seolah-olah tidak bisa lepas dari HIV dan AIDS. Itu salah satu akibat dari penyalahgunaan narkoba, belum akibat yang lainnya, seperti ketagihan, keracunan, dan ketergantungan (baik mental maupun fisik), yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba adalah berlakunya hukum pasar yang ironisnya barang yang diperjual belikan adalah barang haram yang bersifat merusak hidup pembeli/penggunanya. Hal ini terkait dengan permintaan (demand) dimana semakin besar demand, maka akan meningkatkan pasokan narkoba baik berupa produksi maupun perdagangan atau peredaran gelap narkoba. Dalam RPJM disebutkan bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa. Sebagian besar yaitu sekitar 90 persen dari 2 (dua) juta pecandu narkoba adalah generasi muda. Dampak dari masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba mencakup dimensi kesehatan baik jasmani dan mental, dimensi ekonomi dengan meningkatnya biaya kesehatan, dimensi sosial dengan meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban, serta dimensi kultural dengan rusaknya tatanan perilaku dan norma masyarakat secara keseluruhan.


  1. Latar Belakang Masalah

Terdapat suatu kenyataan yang sulit dipercaya, bahwa hampir semua pengguna narkoba mengetahui bahaya dari narkoba, namun hanya sedikit yang bersedia dan berhasil untuk menghentikan kebiasaannya tersebut. Ancaman penyakit yang mengintai terkadang tidak cukup ampuh untuk membuat pacandu menghentikan kebiasaannya. Narkoba di satu sisi merupakan suatu yang dibenci dan dicoba untuk dihindari, namun di satu sisi yang lain dianggap sebagai sahabat setia yang terus dicari dan dijadikan sebagai salah satu alat pergaulan. Narkoba dipandang sebagai masalah yang paling mendesak untuk ditangani dan dikurangi, karena mengandung berbagai senyawa beracun dan bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan keganasan). Kebiasaan merokok,
sebagai salah satu media menikmati narkoba, misalnya putauw ternyata juga mempunyai keterkaitan dengan penyakit Tuberculosis (TBC). Penyalahgunaan obat atau “drug abuse” berasal dari kata “salah guna” atau “tidak tepat guna” merupakan suatu
penyelewengan penggunaan obat bukan untuk tujuan medis/pengobatan atau
tidak sesuai dengan indikasinya.

Dalam percakapan sehari-hari sering kita menggunakan kata narkotik sebagai satu-satunya obat terlarang. Ternyata dari istilah-istilah yang sedang populer sekarang seperti NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lainya) atau NARKOBA (Narkotika, Psikotropika, dan bahan bahaya lainnya), maka obat terlarang itu juga mencakup psikotropika, alkohol, tembakau, dan zat adiktif dan yang memabukkan lainnya. Obat-obat ini apabila digunakan secara tidak benar akan menyebabkan perubahan pikiran, perasaaan, dan tingkah laku pemakainya serta menyebabkan gangguan fisik dan psikis dan kerusakkan susunan saraf pusat bahkan sampai menyebabkan kematian. Secara farmakologik, obat-obatan ini dapat menyebabkan terjadinya toleransi, depedensi atau ketergantungan berupa adiksi dan habituasi, intoksikasi dan gejala putus obat (withdrawal syndrome). Ketergantungan obat dalam hal ini meliputi dua dimensi yaitu, ketergantungan perilaku dalam aktivitas mencari-cari zat, dan ketergantungan fisik beserta gejala-gejala yang muncul sebagai akibat ketergantungan obat tersebut.


Obat-obat yang sering disalahgunakan selain narkoba

Ada tiga golongan obat yang paling sering disalahgunakan, yaitu :

  1. golongan analgesik opiat/narkotik, contohnya adalah codein, oxycodon, morfin
  2. golongan depressan sistem saraf pusat untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur, contohnya barbiturat (luminal) dan golongan benzodiazepin (diazepam/valium, klordiazepoksid, klonazepam, alprazolam, dll)
  3. golongan stimulan sistem saraf pusat, contohnya dekstroamfetamin, amfetamin, dll.

Obat-obat ini bekerja pada sistem saraf, dan umumnya menyebabkan ketergantungan atau kecanduan. Selain itu, ada pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek sampingnya, bukan berdasarkan indikasi yang resmi dituliskan. Beberapa contoh diantaranya adalah :

  • Penggunaan misoprostol, suatu analog prostaglandin untuk mencegah tukak peptik/gangguan lambung, sering dipakai untuk menggugurkan kandungan karena bersifat memicu kontraksi rahim.
  • Penggunaan Profilas (ketotifen), suatu anti histamin yang diindikasikan untuk profilaksis asma, sering diresepkan untuk meningkatkan nafsu makan anak-anak
  • Penggunaan Somadryl untuk “obat kuat” bagi wanita pekerja seks komersial untuk mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi carisoprodol, suatu muscle relaxant, yang digunakan untuk melemaskan ketegangan otot. Laporan menarik ini datang dari Denpasar dari seorang sejawat. Menurut informasi, dokter kerap meresepkan Somadryl, dan yang menebusnya di apotek adalah “germo”nya, dan ditujukan untuk para PSK agar lebih kuat “bekerja”.

Bab II

  1. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat

1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif

Upaya yang perlu dilakukan terhadap kelompok remaja/generasi muda dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan Narkoba dilakukan dengan 3 cara intervensi yaitu:
1. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan yang dilakukan sebelum penyalahgunaan terjadi dan biasanya dalam bentuk pendidikan, kampanye, atau penyebaran pengetahuan mengenai bahaya Narkoba, serta pendekatan dalam keluarga dan lain-lain, cara ini bisa dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat dimanapun seperti: sekolah, tempat tinggal, termpat kerja dan tempat-tempat umum.
2. Pencegahan Sekunder
Dilakukan pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatment) cara ini biasanya ditangani oleh lembaga professional dibidangnya yaitu lembaga medis seperti klinik, rumah sakit dan dokter. Tahap pencegahan sekunder meliputi: tahap penerimaan awal dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan tahap ditoksikasi dan terapi komplikasi medik dilakukan dengan cara pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3. Pencegahan Tersier
Upaya yang dilakukan untuk merehabilitas mereka yang sudah memakai dan dalam proses penyembuhan ,upaya ini dilakukan cukup lama oleh lembaga khususnya seperti klinik rehabilitas dan kelompok masyarakat yang dibentuk khusus (therapeutic community). Tahap ini dibagi menjadi dua bagian yaitu fase stabilitasi yang berfungsi untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan fase sosial dalam masyarakat agar mantan penyalahguna Narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat.

2. Pemanfaatan Modal Sosial

Modal sosial selain mempunyai sisi positif juga memiliki sisi negatif. Modal sosial dapat menjadi suatu perangkap dan alat yang berpengaruh kuat terhadap terjadinya ketidakmajuan bahkan pemiskinan seseorang atau sekelompok orang. Modal sosial dapat menjadi suatu pembatas sosial bagi seseorang untuk keluar atau masuk dari suatu kelompok. Kegiatan-kegiatan kolusi dan nepotisme pun seringkali lahir karena orang
cenderung menggunakan relasi-relasi primordial. Sisi negatif lain dari modal sosial adalah biaya. Melalui UKS dapat disampaikan materi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba secara bertahap sesuai dengan tingkat pendidikan peserta didik. Sebagai contoh, pada tingkat SD dapat disampaikan materi pendidikan kesehatan tentang cara menolak ajakan menggunakan narkoba, sedangkan pada tingkat SMA dapat disampaikan materi pendidikan kesehatan tentang analisis bahaya penggunaan narkoba serta berbagai peraturan perundang-undangan tentang narkoba. Dapat pula dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, seperti bimbingan atau latihan dokter kecil, kader kesehatan remaja, palang merah remaja, dan saka bakti husada. Untuk kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pembinaan lingkungan, pihak sekolah dapat menginisiasikan dan mengembangkan kehidupan sekolah sehat, seperti pemantauan di lingkungan sekolah, baik secara khusus kepada penjaja makanan maupun kepada masyarakat umum yang berada di sekitar sekolah.

UKS adalah segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK/RA sampai SMA/SMK/MA/MAK. Ruang lingkup UKS adalah ruang lingkup yang tercermin dalam Tiga Program Pokok Usaha Kesehatan Sekolah, diistilahkan sebagai Trias UKS, yaitu (1) penyelenggaraan pendidikan kesehatan, (2) penyelenggaraan pelayanan kesehatan, dan (3) pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat. Sesuai dengan kebijaksanaan umum UKS, maka penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan dilakukan secara menyeluruh, baik yang meliputi upaya promotif (peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan), dan kuratif (pengobatan) maupun rehabilitatif (pemulihan), namun lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif yang dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi dan bimbingan teknis langsung dari puskesmas.


3. Pemanfaatan Institusi Sosial

a. Organisasi Masyarakat

Salah satu pendekatan yang mungkin efektif digunakan dalam kegiatan penanggulangan (preventif) ini adalah pendekatan berbasis masyarakat (partisipatif) yaitu dengan memberdayakan dan menepatkan masyarakat sebagai pelaku utama kegiatan. Berdasarkan inventaris kegiatan yang dikumpulkan oleh Yayasan Totalitas dalam penanggulangan bahaya Narkotika dan psikotropika ini, masyarakat tidak terlibat langsung dalam kegiatan penanggulangan. Lembaga-lembaga sosial ataupun pemerintah cendrung menjadikan masyarakat sebagai sasaran kegiatan. Belajar dari pengalaman inilah pemerintah, LSM atau ormas perlu mencoba mendesign kegiatan bersama masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaksana kegiatan. Dalam model program ini diupayakan keterlibatan organisasi masyarakat lokal (tingkat kelurahan), organisasi pemuda lokal dan kelompok bermain remaja (peer group).

Mereka inilah yang diharapkan nantinya berperan aktif dalam kegiatan. Sementara pemerintah, LSM atau ormas hanya menempatkan beberapa relawan untuk memfasilitasi dan mendampingi kegiatan. Berkurangnya penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika (Narkoba) di kota Padang merupakan tujuan yang sudah menjadi impian (main dreams) bagi lembaga yang pernah menggerakkan kegiatan penanggulangan bahaya Narkoba. Namun lebih dari itu perlu disusun beberapa indikator pencapaian tujuan kegiatan. Pada dasarnya institusi masyarakat lokal sangat berkepentingan dalam penanggulangan bahaya narkoba. Kerena masyarakat setempat merupakan kelompok yang rentan terhadap bahaya narkoba. Disamping itu kelompok bermain (Peer Groups) remaja dan pemuda setempat termasuk kelompok ini yang rentan terhadap penyalahgunaan. Atau bisa saja melibatkan komponen masyarakat lokal lainnya sebagai ujung tombak pelaksana kegiatan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.

b. Organisasi Swasta

Di Indonesia, ada banyak organisasi yang lain, seperti organisasi swasta GRANAT (Gerakan anti narkoba), Rumah Sakit, contohnya MH Thamrin di Jakarta, RS Angkatan Darat, RS Ketergantungan Obat-Fatmawati. Ada juga organisasi agama seperti Pesantren Islam Tebu Ireng (JawaTim), dan Inabah dan Al Ihya di Jakarta, Pondok Bina Kasih (pusat Kristen) dan pula Yayasan Kasih Mulia yang beragama Katolik. Namun, orang tua juga perlu membantu anak mereka yang pecandu narkoba. Menurut penjawab kuesioner, yang ‘paling penting orang tua yang anaknya terlibat dalam narkoba sebaiknya tidak “meninggalkan” mereka dalam upaya penyembuhan sendiri, tetapi harus terlibat sepenuhnya agar pecandu mendapat dukungan moril. Pecandu yang telah keluar dari rehabilitasi sangat dianjurkan untuk mengikuti program lanjutan agar dampak ingatan dari narkoba tidak menimbulkan masalah lanjutan. Organisasi seperti organisasi tersebut paling penting di Indonesia pecandu narkoba dianggap sebagai aib. Karena itu, korban narkoba cenderung dirahasiakan oleh keluarga. Untuk keluarga itu, obat bahaya sudah ada dalam kehidupan mereka. Maka, keluarga yang lain, harus lebih berhati-hati. Menurut data dari Yayasan Research Consultant Indonesia (Recon Indo), anak berusia 6 tahun sudah mengisap rokok, usia 10 tahun sudah mengonsumsi zat halusinogen dan psikotropil dan usia 13 tahun mengonsumsi apiun. Memang, narkoba sudah merupakan ancaman serius untuk generasi muda. Jelasnya, efek-efek adiksi obat tidak bagus dan ini menjadi ancaman serius untuk generasi muda. Namun demikian, ada berbagai organisasi di Indonesia yang dapat membantu pecandu narkoba. Dalam menjawab permasalahan yang meningkat dalam bidang adiksi obat di Indonesia, dan terbatasnya pelayanan berkaitan dengan perawatan komprehensif untuk adiksi dan penyembuhannya dan adiksi sekelompok orang tua sudah membentuk yayasan karena mereka memahami dari pengalaman betapa sulit menghadapi anggota keluarga dengan adiksi obat.


c. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial

Badan/Balai Pengawasan Obat dan Makanan

(1) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan atau pemanfaatan Narkotika, Psikotropika dan prekursor oleh para importir, industri farmasi/ industri kimia dan laboratorium peng-guna.

(2) Melakukan pencatatan, pengawasan dan audit terhadap semua instansi yang menggunakan Narkotika, Psikotropika dan precursor dalam menjalankan usahanya, seperti laboratorium kimia, industri farmasi dan distributor. Meningkatkan kemampuan uji laboratorium dan SDM sebagai saksi ahli dalam peradilan kasus Narkoba jika dibutuhkan.

(3) Program pencegahan bagi remaja Beberapa program pelayanan sosial yang dapat dilakukan antara lain : Model Kepemimpinan Teman Sebaya (Peer Leadership). Pemberian informasi tentang masalah narkoba, penggunaan dan akibat-akibatnya melalui kegiatan rekreatif, yang dikemas dalam permainan-permainan inovatif dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran. Program pengembangan kegitan-kegiatan alternatif.

(4) Memberdayakan kelompok – kelompok sosial yang ada di tingkat lokal merupakan salah satu solusi.

(5) Optimalisasi gerakan masyarakat melalui jaringan sangat membantu dan sekaligus memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk berkiprah lebih intensif,

(6) Meningkatkan sensitivitas masyarakat terhadap masalah yang ada disekitarnya, mendorong partisipasi bersama,

(7) Serta mengembangkan kapasitas individu, kelompok dan masyarakat untuk melaksanakan program-program masyarakat khususnya masalah kejahatan narkoba.

d. Kerjasama dan Jaringan

Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan The Colombo Plan melakukan pemetaan terhadap penyebaran penyalahgunaan dan pecandu narkoba di sejumlah negara. “Pertemuan ini membahas isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat termasuk pendidikan dan ekonomi,” kata Kepala BNN, Komjen Pol. Gories Mere pada acara The Colombo Plan-Drug Advisory Programme (CP-DAP) II di Jakarta. Colombo Plan merupakan suatu organisasi kerjasama antarnegara pada bidang pembangunan sosial dan ekonomi di Asia Tenggara dan Asia Selatan dengan beranggotalan 26 negara. Meliputi negara Afghanistan, Australia, Bangladesh, Bhutan, Fiji, India, Indonesia, Iran, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Mongolia, Maladewa, Myanmar, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Singapura, Sri Langka, Thailand, Amerika dan Vietnam. Pelaksanaan CP-DAP mendapatkan bantuan dana dari salah satu departemen pemerintahan Amerika Serikat, yakni Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs (INL). Awalnya organisasi kemasyarakat ini beranggotakan tujuh negara persemakmuran untuk membangun kerjasama antarnegara pada bidang ekonomi di wilayah selatan, namun mengalami perkembangan hingga diikuti 26 negara. Gories menuturkan kerjasama Colombo Plan mengalami kemajuan untuk menelusuri kebutuhan negara anggotanya mengenai pengurangan permintaan narkoba dan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan CP-DAP. Selain memetakan daerah penyebaran narkotika, Colombo Plan juga mengembangkan kerjasama peningkatan pendidikan dan sertifikasi bagi personil terapi, rehabilitasi, serta fasilitas penunjang lainnya. Mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu menyatakan anggota Colombo Plan sepakat melaksanakan sembilan program jangka panjang dan 37 program jangka pendek pada pertemuan “Focal Point National” CP-DAP. Gories menjelaskan sebanyak 2.379 orang dari berbagai negara anggota Colombo Plan sudah mendapatkan manfaatnya untuk mengikuti pelatihan rehabilitasi dan terapi, serta program pengurangan penggunaan narkoba.

Bab III

D. Upaya Penanganan Masalah


Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang transportasi dan komunikasi sebagai dampak dari globalisasi, telah mendorong meningkatkan teknik dan taktik serta proses penyebaran penyalahgunaan narkoba di Indonesia, sehingga korban dan pelaku penyalahgunaan narkoba telah berkembang hampir ke seluruh lapisan masyarakat.

Dampak penyalahgunaan narkoba bukan hanya berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan psikis dari individu pengguna saja, tetapi telah berkembang menjadi ancaman terhadap ketahanan nasional. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkoba, telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan perundang-undangan, yakni:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang Mengubahnya;
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi on Psychotropic Substances 1971;
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/Per/ VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.


DAFTAR PUSTAKA


http://www.dharana-lastarya.org/cetak.php?id=45

http://bomberpipitpipit.wordpress.com/

http://www.acehforum.or.id/peredaran-gelap-narkotika-t30754.html?s=404cafc2d1ca1ff5641d2c48fd9bf652&

http://www.aids-ina.org/modules.php?name=AvantGo&file=print&sid=1915

http://beritasore.com/2009/12/02/bnn-colombo-plan-petakan-sebaran-penyalahgunaan-narkoba/