Selasa, 16 Maret 2010

Mata Kuliah : Sosiologi dan Politik
Dosen : Muhammad Burhan Amin
Topik Tugas : Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan Obat) dan Upaya Pemecahannya
Kelas : 1 EB 18
Dateline Tugas : 17 Maret 2010
Tanggal Penyerahan Tugas : 20 Maret 2010

P E R N Y A T A A N
Dengan
ini kami menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini kami buat sendiri tanpa meniru atau mengutip dari tim / pihak lain.
Apabila terbukti tidak benar, kami siap menerima konsekuensi untuk mendapat nilai 1/100 untuk mata kuliah ini.

P e n y u s u n
NPM Nama Lengkap Tanda Tangan
20209982 INGO BOY MANALU

Program Sarjana Akuntansi
UNIVERSITAS GUNADARMA
Tahun 2010

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara semua makhluk ciptaan- Nya, dan yang menuntut kita untuk selalu belajar dari segala fenomena yang telah diperlihatkan-Nya secara jelas. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang menarik dan unik untuk dipelajari dalam berbagai hal, baik dari segi individu, tingkah laku, kepribadian, lingkungan sekitar, serta interaksinya dengan yang lain. Karena itu dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah luput dari permasalahan. Akan tetapi hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar dan dapat mewarnai berbagai macam kehidupan manusia agar menjadi lebih kompleks.

Fenomena yang sering terjadi akhir-akhir ini adalah kasus pemakaian narkoba yang menyerang berbagai kalangan, berbagai umur, dan berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Bahkan berita terakhir menyebutkan bahwa bocah SD di daerah-daerah tertentu sudah berani mengkonsumsi barang haram tersebut. Sungguh tragis memang melihat kondisi yang demikian, ketika Negara kita makin terpuruk oleh permasalahan-permasalan pemerintahan yang tidak kunjung usai mereka sebagai generasi penerus bangsa malah melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan moral bangsa kita. Narkoba bukan lagi merupakan barang asing yang dikonsumsi oleh mereka, bahkan narkoba sudah menjadi makan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Sehingga tidak heran jika banyak terjadi tindak kejahatan bahkan kematian yang disebabkan oleh barang syaitan tersebut.


DAFTAR ISI

BAB I

A. Intensitas dan Kompleksitas Masalah……………………………………….

B. Latar Belakang Masalah……………………………………………………..

BAB II

C. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat :

1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif…………………………

2. Pemanfaatan Modal Sosial……………………………………………….

3. Pemanfaatan Institusi Sosial :

a. Organisasi Masyarakat………………………………………………..

b. Organisasi Swasta…………………………………………………….

c. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial…………………....

d. Kerjasama dan Jaringan………………………………………………

BAB III

D. Upaya Penanganan Masalah…………………………………………………


Bab I

  1. Intensitas dan Kompleksitas Masalah

Narkoba (narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya atau dengan kata lain NAPZA) merupakan masalah global yang dapat merusak dan mengancam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Maraknya distribusi dan konsumsi narkoba menjadikan Indonesia semakin terpuruk. Apalagi peningkatan kasus narkoba ini berimbas pada menyebarnya HIV dan AIDS. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif atau biasa disebut narkoba seolah-olah tidak bisa lepas dari HIV dan AIDS. Itu salah satu akibat dari penyalahgunaan narkoba, belum akibat yang lainnya, seperti ketagihan, keracunan, dan ketergantungan (baik mental maupun fisik), yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba adalah berlakunya hukum pasar yang ironisnya barang yang diperjual belikan adalah barang haram yang bersifat merusak hidup pembeli/penggunanya. Hal ini terkait dengan permintaan (demand) dimana semakin besar demand, maka akan meningkatkan pasokan narkoba baik berupa produksi maupun perdagangan atau peredaran gelap narkoba. Dalam RPJM disebutkan bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa. Sebagian besar yaitu sekitar 90 persen dari 2 (dua) juta pecandu narkoba adalah generasi muda. Dampak dari masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba mencakup dimensi kesehatan baik jasmani dan mental, dimensi ekonomi dengan meningkatnya biaya kesehatan, dimensi sosial dengan meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban, serta dimensi kultural dengan rusaknya tatanan perilaku dan norma masyarakat secara keseluruhan.


  1. Latar Belakang Masalah

Terdapat suatu kenyataan yang sulit dipercaya, bahwa hampir semua pengguna narkoba mengetahui bahaya dari narkoba, namun hanya sedikit yang bersedia dan berhasil untuk menghentikan kebiasaannya tersebut. Ancaman penyakit yang mengintai terkadang tidak cukup ampuh untuk membuat pacandu menghentikan kebiasaannya. Narkoba di satu sisi merupakan suatu yang dibenci dan dicoba untuk dihindari, namun di satu sisi yang lain dianggap sebagai sahabat setia yang terus dicari dan dijadikan sebagai salah satu alat pergaulan. Narkoba dipandang sebagai masalah yang paling mendesak untuk ditangani dan dikurangi, karena mengandung berbagai senyawa beracun dan bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan keganasan). Kebiasaan merokok,
sebagai salah satu media menikmati narkoba, misalnya putauw ternyata juga mempunyai keterkaitan dengan penyakit Tuberculosis (TBC). Penyalahgunaan obat atau “drug abuse” berasal dari kata “salah guna” atau “tidak tepat guna” merupakan suatu
penyelewengan penggunaan obat bukan untuk tujuan medis/pengobatan atau
tidak sesuai dengan indikasinya.

Dalam percakapan sehari-hari sering kita menggunakan kata narkotik sebagai satu-satunya obat terlarang. Ternyata dari istilah-istilah yang sedang populer sekarang seperti NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lainya) atau NARKOBA (Narkotika, Psikotropika, dan bahan bahaya lainnya), maka obat terlarang itu juga mencakup psikotropika, alkohol, tembakau, dan zat adiktif dan yang memabukkan lainnya. Obat-obat ini apabila digunakan secara tidak benar akan menyebabkan perubahan pikiran, perasaaan, dan tingkah laku pemakainya serta menyebabkan gangguan fisik dan psikis dan kerusakkan susunan saraf pusat bahkan sampai menyebabkan kematian. Secara farmakologik, obat-obatan ini dapat menyebabkan terjadinya toleransi, depedensi atau ketergantungan berupa adiksi dan habituasi, intoksikasi dan gejala putus obat (withdrawal syndrome). Ketergantungan obat dalam hal ini meliputi dua dimensi yaitu, ketergantungan perilaku dalam aktivitas mencari-cari zat, dan ketergantungan fisik beserta gejala-gejala yang muncul sebagai akibat ketergantungan obat tersebut.


Obat-obat yang sering disalahgunakan selain narkoba

Ada tiga golongan obat yang paling sering disalahgunakan, yaitu :

  1. golongan analgesik opiat/narkotik, contohnya adalah codein, oxycodon, morfin
  2. golongan depressan sistem saraf pusat untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur, contohnya barbiturat (luminal) dan golongan benzodiazepin (diazepam/valium, klordiazepoksid, klonazepam, alprazolam, dll)
  3. golongan stimulan sistem saraf pusat, contohnya dekstroamfetamin, amfetamin, dll.

Obat-obat ini bekerja pada sistem saraf, dan umumnya menyebabkan ketergantungan atau kecanduan. Selain itu, ada pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek sampingnya, bukan berdasarkan indikasi yang resmi dituliskan. Beberapa contoh diantaranya adalah :

  • Penggunaan misoprostol, suatu analog prostaglandin untuk mencegah tukak peptik/gangguan lambung, sering dipakai untuk menggugurkan kandungan karena bersifat memicu kontraksi rahim.
  • Penggunaan Profilas (ketotifen), suatu anti histamin yang diindikasikan untuk profilaksis asma, sering diresepkan untuk meningkatkan nafsu makan anak-anak
  • Penggunaan Somadryl untuk “obat kuat” bagi wanita pekerja seks komersial untuk mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi carisoprodol, suatu muscle relaxant, yang digunakan untuk melemaskan ketegangan otot. Laporan menarik ini datang dari Denpasar dari seorang sejawat. Menurut informasi, dokter kerap meresepkan Somadryl, dan yang menebusnya di apotek adalah “germo”nya, dan ditujukan untuk para PSK agar lebih kuat “bekerja”.

Bab II

  1. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat

1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif

Upaya yang perlu dilakukan terhadap kelompok remaja/generasi muda dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan Narkoba dilakukan dengan 3 cara intervensi yaitu:
1. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan yang dilakukan sebelum penyalahgunaan terjadi dan biasanya dalam bentuk pendidikan, kampanye, atau penyebaran pengetahuan mengenai bahaya Narkoba, serta pendekatan dalam keluarga dan lain-lain, cara ini bisa dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat dimanapun seperti: sekolah, tempat tinggal, termpat kerja dan tempat-tempat umum.
2. Pencegahan Sekunder
Dilakukan pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatment) cara ini biasanya ditangani oleh lembaga professional dibidangnya yaitu lembaga medis seperti klinik, rumah sakit dan dokter. Tahap pencegahan sekunder meliputi: tahap penerimaan awal dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan tahap ditoksikasi dan terapi komplikasi medik dilakukan dengan cara pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3. Pencegahan Tersier
Upaya yang dilakukan untuk merehabilitas mereka yang sudah memakai dan dalam proses penyembuhan ,upaya ini dilakukan cukup lama oleh lembaga khususnya seperti klinik rehabilitas dan kelompok masyarakat yang dibentuk khusus (therapeutic community). Tahap ini dibagi menjadi dua bagian yaitu fase stabilitasi yang berfungsi untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan fase sosial dalam masyarakat agar mantan penyalahguna Narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat.

2. Pemanfaatan Modal Sosial

Modal sosial selain mempunyai sisi positif juga memiliki sisi negatif. Modal sosial dapat menjadi suatu perangkap dan alat yang berpengaruh kuat terhadap terjadinya ketidakmajuan bahkan pemiskinan seseorang atau sekelompok orang. Modal sosial dapat menjadi suatu pembatas sosial bagi seseorang untuk keluar atau masuk dari suatu kelompok. Kegiatan-kegiatan kolusi dan nepotisme pun seringkali lahir karena orang
cenderung menggunakan relasi-relasi primordial. Sisi negatif lain dari modal sosial adalah biaya. Melalui UKS dapat disampaikan materi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba secara bertahap sesuai dengan tingkat pendidikan peserta didik. Sebagai contoh, pada tingkat SD dapat disampaikan materi pendidikan kesehatan tentang cara menolak ajakan menggunakan narkoba, sedangkan pada tingkat SMA dapat disampaikan materi pendidikan kesehatan tentang analisis bahaya penggunaan narkoba serta berbagai peraturan perundang-undangan tentang narkoba. Dapat pula dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, seperti bimbingan atau latihan dokter kecil, kader kesehatan remaja, palang merah remaja, dan saka bakti husada. Untuk kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pembinaan lingkungan, pihak sekolah dapat menginisiasikan dan mengembangkan kehidupan sekolah sehat, seperti pemantauan di lingkungan sekolah, baik secara khusus kepada penjaja makanan maupun kepada masyarakat umum yang berada di sekitar sekolah.

UKS adalah segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK/RA sampai SMA/SMK/MA/MAK. Ruang lingkup UKS adalah ruang lingkup yang tercermin dalam Tiga Program Pokok Usaha Kesehatan Sekolah, diistilahkan sebagai Trias UKS, yaitu (1) penyelenggaraan pendidikan kesehatan, (2) penyelenggaraan pelayanan kesehatan, dan (3) pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat. Sesuai dengan kebijaksanaan umum UKS, maka penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan dilakukan secara menyeluruh, baik yang meliputi upaya promotif (peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan), dan kuratif (pengobatan) maupun rehabilitatif (pemulihan), namun lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif yang dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi dan bimbingan teknis langsung dari puskesmas.


3. Pemanfaatan Institusi Sosial

a. Organisasi Masyarakat

Salah satu pendekatan yang mungkin efektif digunakan dalam kegiatan penanggulangan (preventif) ini adalah pendekatan berbasis masyarakat (partisipatif) yaitu dengan memberdayakan dan menepatkan masyarakat sebagai pelaku utama kegiatan. Berdasarkan inventaris kegiatan yang dikumpulkan oleh Yayasan Totalitas dalam penanggulangan bahaya Narkotika dan psikotropika ini, masyarakat tidak terlibat langsung dalam kegiatan penanggulangan. Lembaga-lembaga sosial ataupun pemerintah cendrung menjadikan masyarakat sebagai sasaran kegiatan. Belajar dari pengalaman inilah pemerintah, LSM atau ormas perlu mencoba mendesign kegiatan bersama masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaksana kegiatan. Dalam model program ini diupayakan keterlibatan organisasi masyarakat lokal (tingkat kelurahan), organisasi pemuda lokal dan kelompok bermain remaja (peer group).

Mereka inilah yang diharapkan nantinya berperan aktif dalam kegiatan. Sementara pemerintah, LSM atau ormas hanya menempatkan beberapa relawan untuk memfasilitasi dan mendampingi kegiatan. Berkurangnya penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika (Narkoba) di kota Padang merupakan tujuan yang sudah menjadi impian (main dreams) bagi lembaga yang pernah menggerakkan kegiatan penanggulangan bahaya Narkoba. Namun lebih dari itu perlu disusun beberapa indikator pencapaian tujuan kegiatan. Pada dasarnya institusi masyarakat lokal sangat berkepentingan dalam penanggulangan bahaya narkoba. Kerena masyarakat setempat merupakan kelompok yang rentan terhadap bahaya narkoba. Disamping itu kelompok bermain (Peer Groups) remaja dan pemuda setempat termasuk kelompok ini yang rentan terhadap penyalahgunaan. Atau bisa saja melibatkan komponen masyarakat lokal lainnya sebagai ujung tombak pelaksana kegiatan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.

b. Organisasi Swasta

Di Indonesia, ada banyak organisasi yang lain, seperti organisasi swasta GRANAT (Gerakan anti narkoba), Rumah Sakit, contohnya MH Thamrin di Jakarta, RS Angkatan Darat, RS Ketergantungan Obat-Fatmawati. Ada juga organisasi agama seperti Pesantren Islam Tebu Ireng (JawaTim), dan Inabah dan Al Ihya di Jakarta, Pondok Bina Kasih (pusat Kristen) dan pula Yayasan Kasih Mulia yang beragama Katolik. Namun, orang tua juga perlu membantu anak mereka yang pecandu narkoba. Menurut penjawab kuesioner, yang ‘paling penting orang tua yang anaknya terlibat dalam narkoba sebaiknya tidak “meninggalkan” mereka dalam upaya penyembuhan sendiri, tetapi harus terlibat sepenuhnya agar pecandu mendapat dukungan moril. Pecandu yang telah keluar dari rehabilitasi sangat dianjurkan untuk mengikuti program lanjutan agar dampak ingatan dari narkoba tidak menimbulkan masalah lanjutan. Organisasi seperti organisasi tersebut paling penting di Indonesia pecandu narkoba dianggap sebagai aib. Karena itu, korban narkoba cenderung dirahasiakan oleh keluarga. Untuk keluarga itu, obat bahaya sudah ada dalam kehidupan mereka. Maka, keluarga yang lain, harus lebih berhati-hati. Menurut data dari Yayasan Research Consultant Indonesia (Recon Indo), anak berusia 6 tahun sudah mengisap rokok, usia 10 tahun sudah mengonsumsi zat halusinogen dan psikotropil dan usia 13 tahun mengonsumsi apiun. Memang, narkoba sudah merupakan ancaman serius untuk generasi muda. Jelasnya, efek-efek adiksi obat tidak bagus dan ini menjadi ancaman serius untuk generasi muda. Namun demikian, ada berbagai organisasi di Indonesia yang dapat membantu pecandu narkoba. Dalam menjawab permasalahan yang meningkat dalam bidang adiksi obat di Indonesia, dan terbatasnya pelayanan berkaitan dengan perawatan komprehensif untuk adiksi dan penyembuhannya dan adiksi sekelompok orang tua sudah membentuk yayasan karena mereka memahami dari pengalaman betapa sulit menghadapi anggota keluarga dengan adiksi obat.


c. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial

Badan/Balai Pengawasan Obat dan Makanan

(1) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan atau pemanfaatan Narkotika, Psikotropika dan prekursor oleh para importir, industri farmasi/ industri kimia dan laboratorium peng-guna.

(2) Melakukan pencatatan, pengawasan dan audit terhadap semua instansi yang menggunakan Narkotika, Psikotropika dan precursor dalam menjalankan usahanya, seperti laboratorium kimia, industri farmasi dan distributor. Meningkatkan kemampuan uji laboratorium dan SDM sebagai saksi ahli dalam peradilan kasus Narkoba jika dibutuhkan.

(3) Program pencegahan bagi remaja Beberapa program pelayanan sosial yang dapat dilakukan antara lain : Model Kepemimpinan Teman Sebaya (Peer Leadership). Pemberian informasi tentang masalah narkoba, penggunaan dan akibat-akibatnya melalui kegiatan rekreatif, yang dikemas dalam permainan-permainan inovatif dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran. Program pengembangan kegitan-kegiatan alternatif.

(4) Memberdayakan kelompok – kelompok sosial yang ada di tingkat lokal merupakan salah satu solusi.

(5) Optimalisasi gerakan masyarakat melalui jaringan sangat membantu dan sekaligus memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk berkiprah lebih intensif,

(6) Meningkatkan sensitivitas masyarakat terhadap masalah yang ada disekitarnya, mendorong partisipasi bersama,

(7) Serta mengembangkan kapasitas individu, kelompok dan masyarakat untuk melaksanakan program-program masyarakat khususnya masalah kejahatan narkoba.

d. Kerjasama dan Jaringan

Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan The Colombo Plan melakukan pemetaan terhadap penyebaran penyalahgunaan dan pecandu narkoba di sejumlah negara. “Pertemuan ini membahas isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat termasuk pendidikan dan ekonomi,” kata Kepala BNN, Komjen Pol. Gories Mere pada acara The Colombo Plan-Drug Advisory Programme (CP-DAP) II di Jakarta. Colombo Plan merupakan suatu organisasi kerjasama antarnegara pada bidang pembangunan sosial dan ekonomi di Asia Tenggara dan Asia Selatan dengan beranggotalan 26 negara. Meliputi negara Afghanistan, Australia, Bangladesh, Bhutan, Fiji, India, Indonesia, Iran, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Mongolia, Maladewa, Myanmar, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Singapura, Sri Langka, Thailand, Amerika dan Vietnam. Pelaksanaan CP-DAP mendapatkan bantuan dana dari salah satu departemen pemerintahan Amerika Serikat, yakni Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs (INL). Awalnya organisasi kemasyarakat ini beranggotakan tujuh negara persemakmuran untuk membangun kerjasama antarnegara pada bidang ekonomi di wilayah selatan, namun mengalami perkembangan hingga diikuti 26 negara. Gories menuturkan kerjasama Colombo Plan mengalami kemajuan untuk menelusuri kebutuhan negara anggotanya mengenai pengurangan permintaan narkoba dan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan CP-DAP. Selain memetakan daerah penyebaran narkotika, Colombo Plan juga mengembangkan kerjasama peningkatan pendidikan dan sertifikasi bagi personil terapi, rehabilitasi, serta fasilitas penunjang lainnya. Mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu menyatakan anggota Colombo Plan sepakat melaksanakan sembilan program jangka panjang dan 37 program jangka pendek pada pertemuan “Focal Point National” CP-DAP. Gories menjelaskan sebanyak 2.379 orang dari berbagai negara anggota Colombo Plan sudah mendapatkan manfaatnya untuk mengikuti pelatihan rehabilitasi dan terapi, serta program pengurangan penggunaan narkoba.

Bab III

D. Upaya Penanganan Masalah


Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang transportasi dan komunikasi sebagai dampak dari globalisasi, telah mendorong meningkatkan teknik dan taktik serta proses penyebaran penyalahgunaan narkoba di Indonesia, sehingga korban dan pelaku penyalahgunaan narkoba telah berkembang hampir ke seluruh lapisan masyarakat.

Dampak penyalahgunaan narkoba bukan hanya berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan psikis dari individu pengguna saja, tetapi telah berkembang menjadi ancaman terhadap ketahanan nasional. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkoba, telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan perundang-undangan, yakni:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang Mengubahnya;
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi on Psychotropic Substances 1971;
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/Per/ VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.


DAFTAR PUSTAKA


http://www.dharana-lastarya.org/cetak.php?id=45

http://bomberpipitpipit.wordpress.com/

http://www.acehforum.or.id/peredaran-gelap-narkotika-t30754.html?s=404cafc2d1ca1ff5641d2c48fd9bf652&

http://www.aids-ina.org/modules.php?name=AvantGo&file=print&sid=1915

http://beritasore.com/2009/12/02/bnn-colombo-plan-petakan-sebaran-penyalahgunaan-narkoba/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar